Senin, 28 Juni 2010

M a a f


Maaf itu rasa. Satu rasa ( keadaan) dimana kita dituntut untuk memaklumkan sesuatu yang kita dapatkan, yang pastinya tidak mengenakkan kita. Berat memang, bahkan ada yang butuh waktu panjang untuk menerima rasa itu. Itupun kadang kita masih menipu diri sendiri untuk tersenyum menerima, ( ini bagian yg paling susah buat aku yang dasarnya ekspresif). Lalu sang waktu juga memberi solusi , agar kita berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan perasaan sendiri! itupun tak mudah, ah sebenarnya bukan berdamai dengan perasaan sendiri , tapi sebuah pemerkosaan pada perasaan kita sendiri, yang kadang si perasaan juga nggak mati beneran, cuma mati suri yang bisa bangkit lagi tatkala ada sesuatu yang mengingatkan pada obyek atau peristiwa yang membuat dulunya kita tak bisa memaafkan.

Manusiawi sebenarnya kalau kita tidak (belum) bisa memaafkan. karena kita manusia, yang kata Dhani 'bisa terluka dan pasti menangis....( hehe , tetap Dewa! ) Tak perlu berkilah atau berkhotbah "Tuhan saja yang sempurna bisa memaafkan, masa' kita sebagai manusia yang penuh kekurangan nggak bisa?" . Justru karena kita bukan Tuhan yang maha sempurna, kita tak bisa sempurna untuk menjadi 100% pemaaf. Dan untuk itu, Rasulullah-pun memberikan 'kompesasi' nilai tertinggi dari sebuah "kemaaf-an" karena memang susah sekali kita menghadirkan itu. Sekali lagi, maaf itu rasa. Dan hanya yang punya rasa itu yang tahu, apakah sesuatu yang melukai itu menciptakan goresan yang dalam, dalam banget atau dalaaaaammm bangeeet (wkwkwk.....)

Kalau sudah begini, memang ada baiknya kita berharap agar kita jadi orang 'pelupa' . karena lupa itu bersahabat dengan sang waktu. Dengan mengendarai waktu yang berjalan konstan, berharaplah agar kita lupa pada sesuatu yang menyakitkan kita. karena secara tidak langsung, maaf (dibantu waktu) akan berangsur angsur mencairkan kekesalan yang memadat di dada kita. Forgive and forgotten!

ah, maafkan aku atas kekesalan ini!

Pada satu waktu, entah masalah apa Aku pernah kesal pada istri tetanggaku, kesal banget! Melihat rumahnya saja, aku kesal. Mendengar suara fals dia karokean saja dongkol!... lalu pada satu senja yang indah, dia datang dengan senyum manis, dengan tulus meminta maaf padaku atas kesalahannya. Aku menunduk, tak mau menatap mukanya, tapi mataku tertuju pada mangkuk di tangannya yang berisi Gulai kambing panas masih berasap.


Lalu dengan ikhlas dan tangan terbuka serta air liur yang nyaris menetes, aku menerima mangkuk itu. (lho!)

ah, indahnya saling memaafkan itu, akhirnya kami berbaikan. Dia lega karena aku maafkan, dan aku lega serta puas, karena gulai kambing panas itu membuat aku nafsu makan di sore itu. wkkwkkkk ! please dah!

Begitulah, pertama, sah-sah saja anda tak bisa memaafkan, dari pada anda berpura-pura tapi tetap saja berdosa , karena toh tak mau memaafkan juga,..... kedua, jadilah orang yang pelupa , karena dengan itu anda bisa dipaksa untuk jadi pemaaf. terus.... ketiga ini yang penting!, maafkanlah kesalahan orang yang meminta maaf bersama semangkuk gulai kambing panas di tangannya...dan terakhir, maafkan dan lupakan tulisan ngawur ini... dari pada nggak bener hidup anda nanti....he..he..he..

Forgive & Forgotten!
Salam maafku semua!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar